GEDE PUTRA ADNYANA: BARBAGI UNTUK SALING MENGERTI DAN MEMAHAMI DEMI KEMULIAAN SEMUA MAKHLUK

Proposal KTI (IPA) dalam rangka Karya Wisata


I.       PENELITI
      Kelompok IPA-1, Gede Suka Darma, dkk.
II.    JUDUL PENELITIAN
      Eksplorasi Proses Kimia dan Fisika pada Pengolahan Air Megumi Serta Implikasinya Terhadap Biota Pantai dan Masyarakat Sekitar.
III. LOKASI PENELITIAN
      Pusat Pengolahan Air Megumi, Jalan A. Yani No. 24, Desa Prancak, Dsn. Dangin Brawah, Jembrana-Bali.
IV. PENDAHULUAN
4.1  Latar Belakang Masalah
Air merupakan unsur utama yang sangat diperlukan bagi kehidupan makhluk di planet ini. Mungkin manusia masih mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu. Namun, tanpa air kita bisa mati hanya dalam beberapa hari saja. Dalam bidang kehidupan ekonomi modern, air merupakan hal utama untuk budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi.
Air sebagai salah satu sumber daya alam yang berperan penting untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh makhluk hidup lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air melliputi, kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air.
Ketergantungan manusia terhadap air semakin besar sejalan dengan bertambahnya penduduk. Saat ini pasokan air berkurang hampir sepertiganya dibandingka dengan tahun 1970 ketika bumi baru dihuni 1,8 miliar penduduk. Para ahli meramalkan bahwa dunia, yang diperkirakan berpenduduk 8,3 miliar pada 2005 akan menghadapi kelangkaan air bersih. (Sudiarsa, 2004:02).
Kelangkaan air tersebut sungguh ironis mengingat predikat bumi sebagai “planet air”. Kandungan air di bumi sebenarnya sangat berlimpah dengan volume seluruhnya mencapai 1.400.000.000 km3. Akan tetapi, sumber air yang bisa digunakan untuk kehidupan manusia terbatas. Lebih kurang 97% air di bumi merupakan air laut/ air asin yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupan manusia. Dari 3% sisanya, 2% berupa gunung-gunung es di kedua kutub bumi, 0,25% adalah air tanah yang dalam, dan selebihnya merupakan air tawar sebagai pendukung kehidupan makhluk hidup di darat, yang terdapat di sungai, danau, dan di dalam tanah. (Agung Suprihatin, 1998).
Dengan ketersediaannya yang terbatas, maka sungguh keliru kalau orang mengeksploitasi air secara berlebihan. Mereka memanfaatkan air seolah-olah sebagai ”barang bebas”. Selama berpuluh-puluh tahun, air diboroskan, dikelola, dan digunakan secara keliru.
Lazimnya, kelangkaan air menimbulkan gambaran-gambaran kekeringan pada musim kemarau. Permukaan-permukaan air menurun, danau-danau menciut, dan rawa-rawa menghilang. Anehnya, ketika ancaman kekeringan menjadi judul utama berita dan meminta perhatian kita, cara kita mengonsumsi air tetap tidak terkendali dan cenderung terus meningkat.
Keterbatasan air menyebabkan berlakunya hukum ekonomi bahwa air merupakan benda ekonomis. Orang rela bersusah payah dan membayar mahal untuk membeli air ketika terjadi krisis. Masyarakat pedesaan di negara-negara tropis, seperti Indonesia, harus berjalan puluhan kilometer untuk mencari sumber air pada musim kemarau. Sementara, masyarakat perkotaan belum semuanya mendapatkan pelayanan air bersih terjamin kuantitas maupun kualitasnya.
Penyediaan air bersih masih menghadapi berbagai kendala yang kompleks, mulai dari kelembagaan, teknologi, anggaran, pencemaran, dan sikap masyrakat. Pengelolaan air bersih ini berpacu dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat  pesat maupun perkembangan wilayah dan industri yang cepat. Masyarakat dan industri di perkotaan inilah yang termasuk boros dalam pemanfaatan air.
Tanpa disadari, krisis ekonomi Indonesia yang sudah berlangsung beberapa tahun ikut mengancam tercukupinya pasokan air bersih bagi masyarakat. Seretnya dana dan bengkaknya biaya operasional pengelolaan air minum amat berpengaruh terhadap kegiatan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Sebagai pengelola air bersih milik pemerintah daerah, PDAM mengalami kesulitan mendanai biaya kenaikan harga suku cadang, bahan kimia, dan tarif listrik yang meningkat. Kondisi tersebut mempengaruhi pelayanannya kepada masyarakat. Apalagi, kalau sampai bangkrut dan ditutup, masyarakat akan kesulitan mendapat air minum.
Seperti udara dan cahaya matahari, fungsi air dalam kehidupan tidak bisa digantikan unsur lain. Oleh karena itu, air sebagai sumber alam seyogianya selalu dijaga kelestariannya. Pelertariannya terasa penting dan mendesak untuk saat ini. Jika tidak segera dilakukan akan mempengaruhi kehidupan anak cucu di masa mendatang. Manusia dituntut menggunakan air dengan bijaksana agar mampu menjaga kesinambungan penyediaannya.
Pelestarian sumber daya air merupakan salah satu langkah dalam mewujudkan keamanannya di masa depan, yaitu tersedianya air dalam kuantitas dan kualitas memadai untuk kehidupan setiap penduduk. Di Indonesia, semua jenis kekayaan alam, termasuk air dan bahan galian untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (UUD 1945, Pasal 33 ayat 2 dan 3). Ini berarti sumber daya air merupakan milik bersama yang harus dikelola secara adil.
Pengelolaan sumber daya air sangat penting, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan adalah pemantauan dan interpretasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi.
Begitu pula air laut, mungkin bagi sebagian orang, air laut hanya memiliki sedikit manfaat misalnya, hanya dalam proses pembuatan garam. Tapi bila diselidiki secara mendalam ternyata air laut dapat dijadikan air tawar yang siap untuk diminum, tapi tentunya melalui proses pengolahan yaitu, pemisahan unsur-unsur air laut sehingga dapat dihasilkan air yang berkualitas, tidak terasa asin dan sudah tentu bila terus dikembangkan tentu akan menjadi barang ekonomis yang dapat menguntungkan. Akan tetapi segala sesuatu sudah tentu menimbulkan berbagai pengaruh, baik dari segi negatif maupun positif dimana kaitannya dengan bahan-bahan kimia yang tentu bisa memberi dampak pada lingkungan sekitar.
Adapun cara yang dilakukan untuk membuat air tawar dari air laut yang tentu harus melalui beberapa tahap agar mendapatkan air jernih yang berkualitas seperti yang ditemui di perusahaan Air Minum Megumi yang terletak di daerah kabupaten Jembrana. Dalam rangkaian penelitian kali ini yang dilaksanakan dalam rangka kegiatan karya wisata diharapkan siswa mampu berfikir analitis kritis dalam menghadapi fenomena yang terjadi dan menghubungkan antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan apa yang dilihat dilapangan sehingga mampu menganalisis atas permasalahan yang ditemukan.
Namun masih banyak orang seakan tabu atau asing tentang adanya proses pengolahan air laut menjadi air tawar. Bahkan, siswa pun kurang mendalami, memahami serta mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki terhadap fenomena yang benar-benar terjadi, bukan hanya pengetahuan abstrak yang tidak bisa teraplikasikan dengan baik. Menyadari akan adanya proses pengolahan air laut ini yang dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif maka dilakukan kegiatan observasi ke lokasi pengolahan air laut menjadi air tawar di perusahaan Air Minum Megumi di Jembrana untuk dapat mengetahui secara objektif proses dan dampak dari pengolahan tersebut.
Untuk itulah kelompok IPA-1 SMA Negeri 1 Banjar melakukan penelitian ini dengan tujuan ingin mengkaji lebih dalam tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan sehingga dapat mengantisipasi krisis air baik secara global, regional maupun lokal.
4.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana proses-proses Kimia dan Fisika pada  pengolahan Air Megumi?
2.      Bagaimana implikasi pengolahan Air Megumi terhadap lingkungan sekitar?

4.3  Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian, meliputi:
1.      Mengetahui proses-proses Kimia dan Fisika pada  pengolahan Air Megumi.
2.      Mengetahui implikasi pengolahan Air Megumi terhadap lingkungan sekitar.
4.4  Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini, yaitu:
1.      Mengembangkan daya pikir dan daya nalar siswa melalui eksplorasi suatu masalah dan pencarian solusinya, dalam hal ini eksplorasi proses kimia dan fisika pada Pengolahan Air Megumi;
2.      Memberikan nuansa ilmiah pada kalangan siswa sehingga muncul daya pikir yang kritis dalam mencari upaya-upaya solusinya;
3.      Guru mendapatkan pengalaman dalam membimbing penyusunan karya ilmiah siswa;
4.      Siswa mendapatkan pengalaman dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
V.    KAJIAN PUSTAKA
5.1    Pengertian Air
Air merupakan senyawa yang terbanyak dan terpenting di dunia. Air terdapat di lautan yang meliputi tiga perempat permukaan bumi;di sungai dan di danau;dalam keadaan beku terdapt di daerah Arktik dan Antartik sebagai lapisan es abadi. Air terdapat di dalam tanah dan sebagai uap air di udara. Air terdapat dalam persentase yang besar dalam jaringan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Air merupakan penyebab utama erosi pada permukaan bumi dan terjadinya berbagai variasi lensekap. Bumi akan menjadi tempat yang sama sekali berbeda seandainya tidak ada air di tanah karena bumi kita ini adalah “planet air”.
Air memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Kita minum, mandi, memasak, dan mendinginkan mesin dengan air. Air merupakan jalan raya untuk kapal laut dan digunakan petani untuk menumbuhkan tanamannya dan menghidupi hewan piaraannya. Sejumlah besar proses industri sangat bergantung pada air.
Energi bumi yang diperoleh dari matahari suhunya cukup tinggi sehingga sebagian besar air terdapat dalam bentuk zat cair. Namun, seperti yang anda ketahui, air terbatas sebagai zat Cir. Dalam kondisi yang tepat air dapat berubah dari padat menjadi cair dan menjadi gas. Pada benda-benda langit seperti bulan dan planet merkurius, apabila air diubah menjadi nbbentuk gas, akn lepas ke angkasa luar karena daya gravitasinya tidak cukup kuat untuk menahan. Gaya gravitasi bumi cukup besar untuk mengurangi, sampai persentase terkecil, lepasnya uap air dari udara.
Di alam ini jarang sekali ditemukan air murni. Satu hal yang pasti air adalah pelarut istimewa sehingga biasanya sedikit atau banyak mengandung Zat-Zat terarut. Dalam air laut rata-rata terdapat sekitar 35% garam terlarut. Sedangkan dalam danau air tawar atau sungai yang sebagian airnya berasal dari air hujan atau salju kandungan garamnya juga ada walaupun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Gas juga larut dalam air. Apabila udara larut kedalam air oksigen yang dikandungnya akan dipergunakan oleh ikan dan kehidupan air lainnya untuk bernafas. Nitrogen, karbon dioksida, dan juga gas lainnya yang terdapat diudara juga larut dalam air.
5.2        Parameter Fisika Air
a.      Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi utama dalam ekosistem perairan. Di perairan,cahaya memiliki dua fungsi utama (Jeffries dan Mills,1996), yaitu 1) Memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu dan berat jenis (densitas) dan selanjutnya menyebabkan terjadinya percampuran massa dan kimia air. Perubahan suhu juga mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat bagi suatu organisme akuatik, karena setiap organisme akuatik memiliki kisaran suhu minimum dan maksimum bagi kehidupannya, dan 2) Merupakan sumber energi bagi proses fotosintesis alga dan tumbuhan air.
b.      Suhu
Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekonomi perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viksositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995). Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan sebesar 10o C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba.kisara suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20o C - 30o C.
c.       Kecerahan dan Kekeruhan Air
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Secchi disk dikembangkan oleh Profesor Secchi pada sekitar abad 19, yang berusaha menghitung tingkat kekeruhan air secara kuantitatif. Tingkat kekeruhan air tersebut dinyatakan dengan suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk (Jeffries dan Mills,1996).
Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus; sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar ,yang berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi,misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik,serta dapat menghambat penetrasi cahaya kedalam air.Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan menggurangi efektivitas desin-feksi pada proses penjernihan air.
d.      Warna
Warna perairan ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (misalnya besi dan mangan), serta bahan-bahan lain. Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecokelatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/liter dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/liter sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (Peavy, et al, 1985). Kalsium karbonay yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan  yang telah mati menimbulkan warna kecokelatan.
Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunyaproses fotosintesis. Untuk kepentingan keindahan, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan minum sebaiknya memiliki warna antara 5 – 50 PtCo. Perbedaan warna pada kolom air menunjukkan indikasi bahwa semakin dalam perairan, semakin tingi nilai warna karena terlarutnya bahan organik yang terakumulasi di dasar perairan.
e.       Salinitas
Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapt di perairan (Boyd, 1988). Salinitasn ,enggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil o/oo. terminologi yang mirip dengan salinitas adalah klorinitas, yang hanya mencakup klorida, bromida, dan iodida, dan memiliki nilai yang lebih kecil daripada salinitas.
5.3        Parameter Kimia Air
Kestabilan air pada suhu kamar. Umumnya kita beranggapan bahwa pada suhu kamar air itu benar-benar stabil. Sebenarnya, kestabilan air itu tergantung pada jenis zat yang tercampur didalamnya. Emas misalnya, pada suhu kamar sama sekali tidak bereaksi dengan air. Besi secara berlahan-lahan  bereaksi dengan air dan membentuk karat. Akan tetapi, apabila kalium bersinggungan dengan air, maka akan terjadi reaksi yang meledak-ledak.
Bila air mengacu pembakaran. Pada suhu kamar, ikatan antara atom oksigen dan hydrogen pada molekul air adalah kuat. Namun, pada suhu ini ada sedikit molekulnya yang terpecah. Satu atom hydrogen dari molekul itu akan lepas dan membentuk ion hydrogen dengan satu muatan positif (H+). Ion hydrogen ini tidak sendirian, tetapi selalu bergabung demngan satu molekul air atau lebih untuk membentuk ion hidronium yang bentuk sederhananya adalah H3O+. atom hydrogen yang masih tinggal tetap terikat dengan atom oksigen dari molekul itu. Oksigen dan hydrogen itu kini membentuk ion negatif OH- yang disebut ion hidroksil. Pada suhu 25o Celcius, satu dari setiap 55x107 molekul air mengalami perubahan demikian.
Kalau suhunya dinaikkan atom yang membentuk molekul air itu getarannya secara bertahap naik sampai energi ikatan antara atom oksigen dan hydrogen tidak kuat lagi untuk mempertalikannya. Kemudian molekul-molekul itu akan terurai atau terpecah untuk melepaskan atom oksigen dan hidrogennya. Pada suhu 2000o Celcius sekitar 20% molekul air akan terurai. Karena dalam keadaan demikian air dapat menyediakan oksigen bebas, maka air berubah menjadi zat pengoksid. Itulah sebabnya logam semacam Magnesium, Alumunium, dan Besi pada suhu diatas 2000o Celcius segera terbakar dalam uap air.
Beberapa reaksi air. Apabila air bergabung dengan senyawa tertentu terbentuklah asam. Jadi, air bereaksi dengan karbon dioksida (CO2) dan menghasilkan asam karbonat (H2CO3). Kalau air bergabung dengan senyawa tertentu lainnya terbentuklah basa. Misalnya, kalsium oksida atau kapur mentah (CaO) bergabung dengan air, maka akan terbentuk kalsium hidroksida atau kapur mati yang rumusnya adalah Ca(OH)2. air bereaksi dengan beberapa garam seperti Ammonium Klorida (NH4Cl) untuk menghasilkan larutan asam. Dengan garam yang lain misalnya natrium karbonat (Na2CO3) reaksinya akan menghasilkan larutan basa. Untuk beberapa jenis garam satu-satunya pengaruh air adalah pemisahan garam ini menjadi ion. Jadi kalau natrium klorida (NaCl) ditambahkan didalam air, ion natriumnya (Na+) akan terpisah dengan ion klorida (Cl-). Larutan yang dihasilkan merupakan penghantar listrik yang baik.
5.4        Teknologi Penjernihan Air
Selain menghemat penggunaan air, salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam memenuhi kebutuhan air bersih yaitu dengan menerapkan teknologi penjernihan air. Teknologi ini sangat cocok dikembangkan pada daerah-daerah yang memiliki sumber air yang kurang berkualitas seperti air yang keruh, agak tercemar, ataupun daerah-daerah yang memanfaatkan air hujan.
Adapun beberapa tekhnik penjernihan air antara lain filter maju menurun (declining rate). Dalam filter ini air yang masuk dibagi merata di antara filter-filter dan tiap filter dicuci pada saat air di dalamnya mulai menggenang yang menandakan adanya sumbatan karena pasir atau bahan filter lainya. Cara sederhana lainnya ialah dengan mengunakan pasir lambat (slow rund) yang awalnya diperkenalkan satu abad yang lalu di Eropa. Filter ini memiliki tingkat penyaringan yang rendah, tapi hamper tanpa bagian-bagian yang bergerak. Penjernihan biologisnya terjadi pada lapisan material yang terperangkap pada permukaan pasir. Dan ini di bersihkan kalau material itu mulai menyumbat menyumbat filter. Untuk itu tidak ada salahnya jika dilakukan proses selanjutnya yaitu dengan penambahan zat koagulan.
Zat koagulan adalah suatu zat yang membuat partikel-partikel yang berada di dalam air akan saling berdempetan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu mengendap. Zat pencemar yang tidak disaring oleh filterisasi akan diendapkan oleh zat koagulan ini. Pusat-pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan sekala besar mengolah air degan cara menambahkan senyawa kimia penggumpal (coagulants) ke dalam air kotor yang akan diolah. Dengan cara tersebut partikel-partikkel yang berada di dalam air akan saling berdempetan menjadi suatu gumpalan yang lebih besar lalu mengendap. Baru kemudian air yang bersih dibagian atas dipisahkan untuk digunakan keperluan sehari-hari.
Koagulan yang bisa dipakai tidak hanya koagulan kimia tetapi sekarang sudah ada koagulan dari bahan alami yaitu tumbuhan yang dikenal dengan sebutan Kelor, cara yang selanjutnya dikenal dengan desalinasi, sekarang para insinyur dan ilmuan sedang mengembangkan cara-cara untuk membuat air yang mengandung garam menjadi tawar dan cocok untuk diminum dan keperluan sehari-hari lainnya. Salah satunya desalinasi atau yang lebih dikenal dengan proses osmosis balik (reverse osmosis). Dalam system ini kita mampu menghasilkan kira-kira 4000 Liter air murni dari lautan dengan menggunakan energi listrik sebesar 2,8 Kilowat jam.
Metode dasar pengubahan air yang sekarang sedang dipelajari adalah 1) penyulingan atau penguapan; 2) elektrodialisis; dan 3) pembekuan. Metode penyulingan atau penguapan termasuk yang paling tua. Hampir semua system yang sekarang ini dipakai menggunakan sebuah bentuk destilasi. Yang kedua merupakan prosedur menarik yang mengambil keuntungan dari fakta bahwa air asin adalah suatu elektrolit (menghantarkan lisrik).
Oleh karena itu, air asin dapt dihilangkan mineralnya atau dihilangkan garamnya. Jika arus listrik dialirkan melalui larutan garam, kation atau ion positif dalam larutan itu bergerak ke katode atau kutub negative alat listrik itu. Anion atau ion negative bergerak keanode atau kutub positif. Selaput yang mempunyai sifat menyalurkan baik kation maupun anion keduanya sekaligus ditempatkan dalam larutan garam itu. Di situ selaput tadi menyaring atom-atom garam yang bermuatan listrik dan menghasilkan air yang bebas garam. Metode ketiga masih dalam tahap perkembangan. Metode ini menarik keuntungan dari kenyataan bahwa bila membeku air asin membentuk kristal air segar. Kristal es dapat dipisahkan dari larutan dan kemudian dapat dicairkan menjadi air bebas garam.
5.5        Indikator Pencemaran Air
Air sebagai pelarut. Karena sifat berkutub molekulnya, air merupakan pelarut yang istimewa. Molekulnya dapat segera menempel pada baik ion positif  maupun ion negative, mengelilinginya, dan mempercepat efek pelarutan. Bersamaan dengan itu, air juga mempunyai kekuatan dielektrik atau diisolasi yang tinggi karena adanya daya listrik diantara ion-ion. Dengan demikian ion yang bermuatan listrik cenderung tetap terpisah dan menyebarkan efek pelarutnya ke seluruh wilayah.
Daya pelarut merupakan salah satu sifat air yang paling penting. Berbagai zat dalam kerak bumi laut oleh air hujan, air tergenang, ataupun air yang mengalir. Batu besar dapat hancur sedikit demi sedikit dengan cara demikian. Mineral-mineral, yang larut dalam air, diserap oleh tanaman untuk menumbuhkan jaringan baru. Makanan, yang dihasilkan oleh tanaman dengan proses foto sintesis, diangkut  dan dilarutkan oleh air ke seluruh tanaman. Dalam tubuh manusia larutan makanan diangkut keseluruh sel oleh aliran darah.
Jika kita mencermati lebih jauh permasalahan air di Indonesia, pada dasarnya, dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu masalah kualitas dan kuantitas. Permasalahan kualitas air sangat erat kaitannya dengan daya tampung air, yaitu sebagai berikut 1) Tercemarnya air bukan saja ketika sampai di daratan, tetapi juga sebelumnya, saat terjadi kontak antara air hujan dengan uadara udara tercemar, terutama partikel debu/partikulat. Sebagai contoh, kontak air hujan dengan SO2 menjadi H2SO4 akan menimbulkan hujan asam, 2) Pencemaran air di hulu sungai, akibat adanya tanah longsor, penebangan hutan berlebihan, dan kegiatan penambangan menimbulkan erosi lahan dan meningkatkan kekeruhan serta Total Suspeded Solid (TSS), 3) Pencemaran air oleh bahan kimia dari sector pertanian, terutama dari pestisida dan sisa pemupukan, 4) Pencemaran air dari limbah padat dan cair domestic, seperti pemukiman, kantor, dan tempat-tenpat umum, seperti pasar dan terminal, 5) Pencemaran air oleh kegiatan sektor industri. 6) Pencemaran air oleh tumpahan minyak murni dan bekas dari sektor tranportasi, industri, dan penambangan, dan 7) Pencemaran air laut berintrusi, baik melalui muara sungai pada musim kamarau maupun akibat eksploitasi berlebihan pada daerah pantai.
Perhatian nyata yang pertama kali terhadap pencemaran air muncul pada akhir abad XIX. Revolusi industri telah memacu pertumbuhan kota dan kebiasaan membuang kotoran kesungai terdekat, dengan itu sungai menjadi jamban dan membuat sumber air minum yang ada di kota kotor dan dapat menimbulkan penyakit, seperti epidemic kolera, tifus, dan penyakit lainnya yang sudah tentu berbahaya. Sejarah London merupakan contoh yang klasik. Buangan kotoran telah mengubah sungai Thames menjadi tempat sampah, dan 20.000 penduduk London meninggal karena wabah kolera pada tahun 1849 dan 1853. Selama masa yang sama, epidemic tifus melanda banyak kota-kota besar di Amerika dan penyakit-penyakit tersebut ditularkan melalui air minum. Tidak hanya manusia yang terkena imbas akibat pembuangan sampah ke sungai, tetapi pembunuhan ikan-ikan secara masal telah menjadi lazim. Dalam satu tahun ini kira-kira 23 juta ikan diperairan Amerika serikat mati karena pencemaran air.
Sementara, permasalahan kualitas air lebih menjurus pada kemampuan merosotnya daya dukung yang mengecil karena hal-hal berikut 1) Eksploitasi,  berlebihan mengakibatkan imbangan air melampaui daya dukungnya. 2) Eksploitasi penggunaan air yang tidak tepat sasaran dan hanya mengejar kepentingan jangka pendek, misalnya pengeboran air tanah untuk kepentingan irigasi, 3) Pengerusakan daerah resapan air, seperti hutan, menimbulkan puncakhidrograf yang tinggi dan berakibat menurunnya infiltrasi air untuk menjadi air tanah, dan 4) Belum adanya konsistensi dan komitmen yang tinggi dari usaha-usaha konservasi air, walaupun dengan cara-cara sederhana. Sebagai ilustrasi, bila lahan kritis, tegalan dan perkarangan dibudidayakan sebagai penutupan vegetasi maupun pemanfaatan sumur resapan air hujan. Dari upaya ini bisa terakumulasi sekitar 660 air setiap tahun untuk DAS Solo,yang notabene lebih besar dari rencana kapasitas Waduk Jipang.
Pencemaran pada industri memiliki dampak negatifnya lebih parah. Pertama, penggunaan air oleh sektor industri seringkali tidak diatur dalam kebijakan sumber daya air nasional, sehingga penggunaannya cenderung berlebihan. Kedua, pembuangan limbah industri yang tidak diolah terlebih dahulu dapat menyebabkan air permukaan atau bawah tanah menjadi terlalu berbahaya untuk di komsumsi.
Penggunaan air bagi sector industri juga seringkali sangat tidak efisien. Oleh karena tidak terpenuhinya pasokan kebutuhan air melalui system yang dikelola oleh pemerintah daerah dan adanya dorongan menggebu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, banyak perusahaan mengembangkan sendiri jaringan airnya dengan biaya operasional yang sering kali jauh lebih rendah. Biaya untuk keperluan tersebuthanya menjadi bagian kecil dari seluruh biaya manufaktur, sehingga kurang memperhatikan pengadaan konservasi. Sebagai contoh, di Bangkok, Thailand, biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan air metropolitan adalah delapan kali lipat dari biaya yang diperlukan untuk memompa air tanah oleh swasta. Akibatnya, negara ini menderita, akibat penghisapan air bawah tanah yang berlebihan.
Banyak air yang diperlukan untuk menufaktur berbeda-beda, tergantung pada penerapan proses industri dan ukuran daur ulangnya. Produksi satu ton baja mneghabiskan sekitar 4.750 sampai 190.000 liter air. Sementara, produksi satu ton kertas memerlukan sekitar 57.000 sampai 340.000 liter air. Pengaturan penyedotan air yang tepat dan pengenaan biaya yang benar mendorong orang menggunakannya secara lebih efisien, tanpa harus khawatir akan terpengaruhnya biaya produksi secara mencolok. Biaya penggunaan air menjadi sangat kecil (1% sampai 3%) dari biaya produksi industri. Hal ini berlaku di negara-negara yang telah memiliki kesesuaian antara tarif penggunaan dengan pemeliharaan sumber air.
Bahkan, untuk industri-industri “padat air”, jumlah pemakaian air sangat kecil, biasanya 20% pada industri pengolahan pangan, 25% pada industri kertas, dan 33% pada industri tekstil. Sisanya, didaurulang (kecenderungan ini semakin menigkat di negara-negara industri) atau dikeluarkan sebagai limbah cair. Penentuan tarif yang lebih realistic, meskipun penting untuk sector ini, tetap saja tidak merupakan dorongan untuk penggunaan air yang lebih efisien. Yang lebih penting adalah pengetatan alokasi air dan persyaratan pengendalian pencemaran yang lebih keras. Contohnya, Israel memiliki peraturan standar penggunaan air untuk berbagai macam industri dan menyesuaikan alokasi pembagiannya. Sebagai hasilnya, di negara itu, rata-rata penggunaan air per unit produksi industri anjlok hingga 70% selama dua decade ini.
Air buangan industri sering dibuang tanpa melalui proses pengolahan apapun kesungai dan saluran-saluran, sehingga mencemarinya. Pada akhirnya, ia juga mencemari lingkungan laut dan sumber air tanah. Kerusakan akibat buangan ini sudah melewati proporsi volumenya. Banyak bahan kimia modern begitu kuat, sehingga terkontaminasi sedikit saja sudah cukup membuat air dalam volume yang sangat besar tidak dapat digunakan untuk minum, bila tanpa proses pengolahan khusus.
Dunia dan Bank Investasi Eropa menyatakan bahwa perbaikan pada efisiensi pengoprasian dan pemulihan sumber air jauh lebih baik dan kemungkinan besar akan memberikan hasil lebih baik dan kemungkinan besar akan memberikan hasil lebih banyak serta lebih murah daripada pengolahan pada proses akhir, sebab banyak masalah-masalah pengoperasian dan pemeliharaan serta rendahnya niat untuk mengadakan konservasi dan pemulihan sumber air.
Penilaian terhadap masalah lingkungan di kawasan Laut Tengah oleh kedua organisasi tersebut menemukan bahwa pengolahan primer terhadap limbah industri hanya akan menghabiskan biaya sebesar 10% hingga 20% dari biaya pengolahan secara lengkap. Namun, pengolahan tersebut dapat membuang 50% hingga 90% bahan-bahan polutan yang paling berbahaya. Penyusutan buangan limbah industri yang efektif, termasuk pengolahan primer, mungkin akan berdampak lebih baik terhadap lingkungan daripada mengutamakan cara pengolahan lengkap terhadap limbah perkotaan.
5.6        Kandungan Bahan Kimia Air Laut
a.      Kalsium
Kalsium termasuk unsur yang esensial bagi semua makhluk hidup. Unsur ini berperan dalam pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Kalsium juga berperan dalam pembangunan struktur sel tumbuhan serta perbaikan struktur tanah. Kadar kalsium yang tinggi di perairan relative tidak berbahaya, bahkan dapat toksisitas beberapa senyawa kimia. Pada perairan yang diperuntukkan bagi air minum, kadar kalsium sebaliknya tidak lebih dari 75 mg/liter. Sedangkan kadar kalsium pada perairan laut sekitar 400 mg/liter.
b.      Magnesium
Magnesium bersifat lebih mudah larut daripada kalsium sehingga jarang mengalami presipitasi. Magnesium karbonat dan magnesium hidroksida mengalami presipitasi pada pH > 10. magnesium sulfat dan magnesium klorida bersifat sangat mudah larut, sehingga perairan yang mengalami kontak dengan kedua senyawa tersebut akan mengandung banyak magnesium (Wetsel, 1975).
Magnesium besifat tidak toksik, bahkan menguntungkan bagi fungsi hati dan saraf. Akan tetapi, kadar MgSO4 yang berlebihan dapat mengakibatkan anesthesia pada organisme vertebrata dan avertebrata.
Kadar magnesium di perairan laut mencapai 1.000 mg/liter, sedangkan kadar maksimum yangdiperkenankan untuk kepentingan air minum dadalah 50 mg/liter (McNeely et al., 1979; Peavy et al., 1985).
c.       Natrium
Hampir semua perairan alami mengandung natrium, dengan kadar bervariasi antara 1 mg/liter hingga ribuan mg/liter. Kadar natrium pada perairan laut dapat mencapai 10.500 mg/liter atau lebih. Satu liter air laut mengandung sekitar 30 g NaCl yang terdiri atas + 11 g natrium (Cole, 1988).
Pengukuran kadar natrium perlu dilakukan jika perairan  diperuntukkan bagi air minum dan kepentingan irigasi pertanian. Kesesuaian air bagi kepentingan irigasi pertanian diukur dengan parameter natrium absorption ratio (SAR).
d.      Kalium
Kalium (K) atau potassium yang menyusun sekitar 2,5% lapisan kerak bumi adalah salah satu  unsure alkali utama di perairan. Di perairan, kalium terdapat dalam bentuk ion atau berikatan dengan lain membentuk garam yang muah larut, dan sedikit sekali membentuk presipitasi. Kondisi ini mengakibatkan kadar kalium di perairan lebih sedikit dibandingkan dengan kadar natrium.
Kadar kalium air laut mencapai 380 mg/liter. Kadar kalium yang terlalu tinggi melebih 2.000 mg/liter berbahay bagi sistem pencernaan dan sistem saraf manusia. Kadar kalium sebanyak 50 mg/liter dan kadar natrium 100 mg/liter yang terdapat scara bersamaan kurang baik bagi kepentingan industri, karena dapat membentuk karat dan menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan logam.
e.       Klorida
Air laut mengandung klorida sekitar 19.300 mg/liter. Kadar klorida yang tinggi, misalnya pada air laut, yang diikuti oleh  kadar kalsium da magnesium yang juga tinggi dapat meningkatkan sifat korosivitas air.
Klorida bersifat tidak toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan dalam pengaturan tekanan osmotik sel. Perairan  yang diperuntukkan bagi kepentingan domestik, termasuk air minum, pertanian, dan industri, sebaiknya memiliki kadar klorida lebih kecil dari 100 mg/liter (Davis dan Cornwell,199; Sawyer dan McCarty, 1978).
5.7        Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1        Pengolahan air megumi menerapkan proses kimia dan fisika sebagai metode pengolahan air laut menjadi air minum;
2        Keberadaan PERUSDA JEMBRANA sebagai pabrik pengolahan air minum dalam kemasan memberikan implikasi terhadap biota pantai dan masyarakat sekitar;


VI. METODE PENELITIAN
6.1  Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan mengetahui proses fisika dan kimia dalam pengolahan air megumi serta implikasinya terhadap kondisi fisik pantai di sekitarnya. Penelitian ini dilaksanakan oleh kelompok 1, siswa jurusan ilmu alam yang berjumlah 19 orang di Pusat Pengolahan Air Megumi, Kabupaten Jembrana, Bali. Waktu dilaksanakannya penelitian adalah pada hari Kamis, 18 Desember 2008. waktu observasi dilakukan selama 2 jam 30 menit yang telah disepakati oleh siswa dan petugas Pusat Pengolahan Air Megumi.
6.2  Variabel Penelitian
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah : 1) Pusat Pengolahan Air Megumi Jembrana, 2) Implikasi terhadap biota Pantai, dan 3) Masyarakat sekitar Pusat Pengolahan Air Megumi. Variabel-variabel tersebut sudah ada dan terjadi secara alami pada kawasan tersebut. Dalam hal ini tim peneliti akan melakukan observasi untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya terhadap variable yang dimaksud.
6.3  Teknik Pengumpulan Data
Data atau informasi yang dikumpulkan dalam karya tulis ini terdiri dari kegiatan pada Pusat Pengolahan Air Megumi Jembrana, kondisi biota pantai, dan masyarakat di sekitar Pusat Pengolahan Air Megumi. Metode yang digunakan utnuk mengumpulkan data atau informasi, meliputi metode observasi, dokumentasi, wawancara, dan telaah pustaka.
Metode observasi dilakukan untuk mendapatkan data atau informasi tentang keberadaan  dan kegiatan Pusat Pengolahan Air Megumi Jembrana, kondisi biota pantai, dan masyarakat di sekitar Pusat Pengolahan Air Megumi yang berada di kawasan Kabupaten Jembrana dengan mengamati langsung ke tempat lokasi. Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh dan melakukan dokumentasi (mengambil gambar) kondisi objektif di kawasan tersebut. Sedangkan metode wawancara (Tanya Jawab) dilakukan dengan audensi dengan staf pimpinan dan karyawan Pusat Pengolahan Air Megumi Jembrana berkaitan dengan kegiatannya. Dan metode telaah pustaka dilakukan dengan mengkaji buku-buku teks maupun ensiklopedia untuk memperoleh data atau informasi yang relevan dengan masalah tersebut.
6.4  Instrumen Penelitian
Adapun beberapa instrumen penelitian yang digunakan antara lain: lembar observasi dan check list (daftar cocok) untuk membantu metode observasi, pedoman wawancara untuk membantu metode wawancara, seperti tabel berikut:
No
Variabel dan Subvariabel Penelitian
Deskripsi Hasil Penelitian
Kualitas
B
C
K
1
Proses pengolahan secara kimia





-Alat dan bahan yang digunakan dalam proses   pengolahan secara kimia





-Zat yang terlibat dalam proses pengolahan





-Metode kimia yang digunakan untuk proses pengolahan





-Pelaksanaan pengolahan secara kimia  (waktu dan   tahapan)





-Hasil dari pengolahan secara kimia





-Dampak dari pengolahan tersebut





-Implikasi kimia terhadap Product




2
Proses pengolahan secara fisika





-Alat yang digunakan dalam proses pengolahan secara fisika





-Metode fisika yang digunakan dalam proses





-Cara kerja alat dalam proses tersebut





-Pelaksanaan proses secara fisika (waktu dan tahapan)





-Hasil pengolahan Secara fisika





-Implikasi Pengolahan Secara Fisika Terhadap Product




3
Implikasi terhadap biota pantai





-Kondisi pantai (Kebersihan, pH air, Warna air, Keadaan organisme,dan pasang surut)





-Tanah / pasir (Warna, kelembaban, dan Pencemarannya)




4
Implikasi terhadap masyarakat





-Kondisi masyarakat (pengaruh adanya pabrik, suara pabrik)





-Respon masyarakat terhadap pabrik Air Megumi





-Hubungan masyarakat dengan pabrik Air Megumi




Istrumen lainnya yang digunakan untuk mengumpulkan informasi berkaitan dengan keberadaan Air Megumi adalah pedoman wawancara, sebagai berikut:
1.      Kepada Masyarakat
Bagaimana pengaruh keberadaan perusahaan tersebut?
         Apa saja dampak dari berdirinya perusahan tersebut?
         Bagaimana cara anda menanggapi dampak tersebut?
2.      Kepada Pegawai Pabrik
         Metode apakah yang digunakan dalam pengolahan air tersebut?
         Apakah kualitas pengolahan tersebut sudah terjamin?
         Adakah implikasi perusahan anda terhadap masyarakat?
         Apa saja implikasi tersebut?
6.5 Teknik Analisis Data
Data atau informasi yang telah terkumpul dari lembar observasi, checklist, dan catatan khusus dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan visualisasi. Sedang data dari hasil wawancara dianalisis dengan analisis deskriptif. Dalam hal ini, data atau informasi dideskripsikan dengan menguraikan fakta-fakta atau data serta dikonfirmasikan berdasarkan hasil telaah pustaka. Selanjutnya dari hasil pengolahan data tersebut ditarik kesimpulan sesuai dengan permasalahan pada karya tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA
Grolier International, Inc. 1994. Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 3 dan 4. Diedarkan Khusus oleh PT Widyadara
Grolier International, Inc. 1995. Oxford Ensiklopedi Pelajar Jilid 1. Diedarkan Khusus oleh PT Widyadara
Kartasapoetra. 2005. Teknologi Konservasi Tanah & Air. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Salim, Emil. 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES
Sastrawijaya, Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Sudiarsa, I Wayan. 2004. Air Untuk Masa Depan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi


Tidak ada komentar: